Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) yang juga anggota Komisi VIII DPR yang antara lain membidangi keagamaan, menyebut nilai-nilai dasar Jawa dan Islam terkait dengan dakwah dan kepemimpinan tidak saling bertentangan. Menurutnya justru budaya Jawa yang adiluhung dapat memperkuat nilai-nilai keislaman yang rahmatan lil alamin.
HNW mengatakan budaya Jawa yang bisa menghadirkan dakwah yang bijak, serta kepemimpinan yang membawa keberkahan untuk kehidupan.
“Dalam spirit itu, maka penting bagi para penggiat dakwah dan pencinta budaya Jawa, untuk memahami strategi budaya dalam dakwah dan hadirkan kepemimpinan dengan makin memahami dan menggali budaya terutama budaya Jawa yang korelatif dengan nilai-nilai keislaman,” katanya dalam keterangannya, Kamis (3/11/2022).
Hal tersebut ia sampaikan dalam diskusi terbatas bertema ‘Strategi Kebudayaan dalam Dakwah dan Kepemimpinan’ yang digelar di Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah, Selasa (1/11).
Lebih lanjut dia mencontohkan budaya Jawa yang berkorelasi dengan nilai-nilai keislaman, seperti yang termaktub dalam buku Serat Wulangreh karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, nilai-nilai yang diajarkan pujangga Jawa Raden Ngabehi Ronggowarsito soal zaman edan dan pentingnya selalu waspada, serta tokoh Tamansiswa Ki Hadjar Dewantara yang mengajarkan prinsip ‘ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani’.
Selain itu juga ada nilai-nilai yang terkandung dalam wayang kulit yang dikreasikan oleh Walisongo, seperti punokawan serta jimat kalimosodo. Bahkan, kata dia, dalam lakon ‘wahyu makutoromo’, ada ajaran kepemimpinan dari Ratu Kresno yang populer dan dikenal dengan istilah ‘Hastabrata’.
HNW mengungkapkan, istilah ‘Hastabrata’ menggambarkan kepemimpinan yang diwakili 8 unsur alam. Yakni bumi, matahari, api, samudra, langit, angin, bulan, dan bintang.
Dikatakannya dengan melaksanakan kepemimpinan dengan spirit ‘Hastabrata’ bisa menghadirkan kepemimpinan sebagaimana diajarkan oleh Islam.=
“Hastabrata melambangkan kepemimpinan yang melekat aktif positif dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Dia memaparkan pada malam hari ada kepemimpinan sebagaimana bulan dan bintang. Sementara di siang hari ada kepemimpinan yang menghangatkan kehidupan, yaitu matahari. Serta di mana pun kita berada, lanjut dia, ada kepemimpinan yang bisa menerima semuanya tapi bermanfaat seperti bumi.
HNW menyebut kepemimpinan hadir dan terus menjaga kehidupan dalam kondisi apapun, sama seperti air dan samudera. Di sisi lain menurutnya kepemimpinan juga harus mengayomi dan memberikan keteduhan, seperti awan di langit.
“Kepemimpinan juga harus berani menegakkan prinsip kehidupan dengan memberikan sanksi bila ada kesalahan, laksana api,” kata dia
“Jadi, sangat penting bagi para pegiat dakwah dan pecinta budaya Jawa, untuk membumikan kepemimpinan dalam konteks dakwah dengan merujuk pada Hastabrata,” tutur HNW.
Karena itu untuk menguatkan budaya dalam dakwah dan kepemimpinan bisa dilakukan dengan mengoptimalkan peran partai politik, yang mempunyai visi dan komitmen terhadap lestari dan dipraktekkannya nilai-nilai kejawaan sekaligus keislaman yang sudah direkomendasikan para wali, sunan, para pujangga, juga tokoh seperti Ki Hadjar Dewantara. Sehingga di antara kegiatan utama partai politik adalah untuk menghasilkan pemimpin yang dengan etikanya siap berada di depan, di tengah, maupun di belakang.
“Strategi budaya yang baik juga ketika kita menjadi partner yang menguatkan peran budaya partai politik, sehingga partai politik tidak hanya berkutat dengan demokrasi prosedural apalagi sekadar jadi ajang perebutan kekuasaan. Tetapi partai politik akan hadir sebagai entitas moral, religius, berkeadaban sehingga semakin korelatif dengan budaya Jawa dan Islam di negara Indonesia di mana kita berada,” katanya.
Dikatakan HNW partai politik bisa menghadirkan kepemimpinan yang mengutamakan 3 pilar, yaitu kepemimpinan, keislaman, dan keindonesiaan. Sehingga diharapkan dapat menghadirkan harmoni, serta menjaga dan menguatkan kehidupan di NKRI.